Jakarta (Antara Babel)- Indonesia dan Kelompok Negara G33 menyerukan
kedaulatan dan keamanan pangan pada lokakarya Organisasi Perdagangan
Dunia (World Trade Organization/WTO) yang diselenggarakan di Jenewa pada
31 Mei 2017.
Dalam keterangan pers dari Perwakilan Tetap RI di Jenewa yang
diterima di Jakarta, Kamis, disebutkan Lokakarya bertema "Delivering
Development in MC11: Public Stockholding for Food Security Purposes
(PSH) and Special Safeguard Mechanism (SSM)" diselenggarakan oleh G33
yang merupakan koalisi 47 negara berkembang anggota WTO, dan dibuka oleh
Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo.
"Tujuan lokakarya adalah untuk membuka pandangan anggota WTO
mengenai pentingnya instrumen SSM dan PSH sebagai jaring pengaman untuk
melindungi kepentingan petani kecil dan miskin di negara berkembang,
serta dalam rangka mewujudkan kemananan pangan, keamanan penghidupan dan
pembangunan pedesaan," kata Wakil Tetap RI di Jenewa Duta Besar Hasan
Kleib.
G33 yang dipimpin oleh Indonesia, merupakan kelompok yang
memperjuangkan diakuinya hak-hak negara-negara berkembang untuk dapat
memberikan dukungan kepada para petani kecil dan miskin pada
masing-masing negara.
Pemerintah RI memandang bahwa selama ini tingkat kesejahteraan
petani kecil dan miskin di negara berkembang semakin tersisihkan, karena
terpengaruh tinggi tingkat volatilitas harga produk pertanian global
sebagai akibat dari keterbukaan pasar.
"Hal ini lebih diperburuk oleh masih rendah tingkat daya saing
produk pertanian domestik untuk melawan produk impor dari negara maju
yang memiliki daya saing lebih tinggi, sebagai akibat dari subsidi yang
diberikan oleh pemerintahnya," ujar Dubes Hasan Kleib.
Karena itu, kata dia, lokakarya yang diadakan negara G33 itu
diharapkan dapat berkontribusi terhadap proses perundingan isu-isu
tersebut di WTO.
Menurut Hasan, anggota WTO sedang merundingkan bentuk dan format
SSM dan PSH yang dapat disepakati, khususnya dalam konteks
penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-11 di Buenos Aires
pada Desember 2017 mendatang.
SSM adalah instrumen perlindungan kepada petani kecil dan miskin
pada saat terjadi banjir impor, sedangkan PSH adalah instrumen
perlindungan petani kecil dan miskin melalui mekanisme pembelian dan
penjualan oleh pemerintah terhadap hasil pertanian domestik.
Bagi Indonesia, kesepakatan instrumen SSM dan PSH di WTO akan
memberikan ruang kebijakan yang lebih besar untuk menjalankan berbagai
kebijakan pemerintah mewujudkan keamanan dan kedaulatan pangan serta
pengurangan kemiskinan melalui program-program pemberdayaan petani kecil
dan miskin.
Salah satu permasalahan yang masih dihadapi oleh Indonesia saat ini
adalah masih tinggi jumlah petani miskin dan kecil yang memerlukan
dukungan dari pemerintah.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016 menyebutkan, dari
total 27,76 juta penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 62,24 persen
atau 17,28 juta orang berada di kawasan perdesaan. Sementara, sisanya
37,76 persen atau 10,49 juta penduduk miskin berada di perkotaan.
Indonesia-G33 Serukan Kedaulatan dan Keamanan Pangan
Kamis, 1 Juni 2017 15:43 WIB